Jumat, 15 Oktober 2010

Hasil Akhir Penilaian Kelangsungan Perusahaan HTI Patungan

Pada awalnya program pembangunan HTI dirancang dengan tujuan pokok untuk meningkatkan produktivitas hutan alam dalam rangka mendukung kelanjutan pemenuhan bahan baku industri hasil hutan, sekaligus untuk rehabilitasi hutan dan perbaikan kualitas lingkungan alam


http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/2240

HASIL AKHIR PENILAIAN KELANGSUNGAN USAHA PERUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI) PATUNGAN

Pada awalnya program pembangunan HTI dirancang dengan tujuan pokok untuk meningkatkan produktivitas hutan alam dalam rangka mendukung kelanjutan pemenuhan bahan baku industri hasil hutan, sekaligus untuk rehabilitasi hutan dan perbaikan kualitas lingkungan alam serta membuka lapangan kerja. Saat itu jarang investor yang berminat dalam pembangunan HTI karena dianggap tidak bankable mengingat tidak sepadannya tingkat pengembalian usaha ( Rate of Return ) dibandingkan dengan biaya modal (Cost of Capital ) serta resiko ketidakpastian yang cukup tinggi.
Attachment



http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/1684

MEKANISME BAGI HASIL DALAM PHBM : PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT ATAU PENGELOLAAN HUTAN BIAYA MURAH ?

OLEH: AGUS AFFIANTO [1]
Apabila dalam suatu usaha, Saudara berkontribusi modal 2 bagian sedangkan pihak lain 1 bagian, apakah Saudara akan bersedia membagi pendapatan usaha tersebut dengan proporsi yang sama (1:1) dengan pihak lain? Kalau tidak, bagaimana seharusnya mekanisme bagi hasil tersebut?
Pertanyaan tentang proporsi bagi hasil pendapatan mungkin akan selalu muncul ketika ada suatu bentuk usaha bersama yang melibatkan lebih dari 1 pihak dalam pembiayaannya. Dalam hal ini, ada 2 bentuk penentuan prosentase bagi hasil yang bisa dilakukan yaitu :
a. Penentuan proporsi bagi hasil secara intuitif; dan
b. Penentuan proporsi bagi hasil berdasarkan nilai peran masing-masing pihak.

Bentuk penentuan proporsi bagi hasil seperti pada point (a) tersebut seringkali dilakukan oleh salah satu pihak yang mempunyai posisi tawar yang lebih tinggi dibandingkan pihak yang lain. Contoh sehari-hari yang paling mudah dilihat, walaupun tidak semua pemilik tanah berperilaku demikian adalah penentuan proporsi bagi hasil antara pemilik tanah dan petani penggarap. Seringkali karena terdesak kebutuhan, petani penggarap harus menerima proporsi bagi hasil yang sudah ditentukan oleh pemilik tanah pertanian.
Penentuan proporsi bagi hasil secara sepihak juga dapat dilihat pada mekanisme bagi hasil dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sebagaimana yang tercantum pada pasal 5 Keputusan Direksi Perhutani No. 001/KPTS/DIR/2002 tanggal 2 Januari 2002 tentang Pedoman Berbagi Hasil Hutan Kayu, proporsi bagi hasil maksimum yang berhak diterima oleh Kelompok Masyarakat Desa Hutan adalah sebesar 100% untuk penjarangan pertama, 25% untuk penjarangan lanjutan, dan 25% untuk hasil tebangan akhir. Artinya, pada seluruh wilayah kerja Perhutani, masyarakat desa hutan akan menerima proporsi maksimum sebesar seperti yang dikemukakan tersebut diatas apabila kerjasama dimulai dari tanah kosong. Sementara, proporsi bagi hasil akan semakin kecil apabila kerjasama dimulai dari areal yang bertegakan, sebagaimana tercantum pada Pasal 6 dan 7 dalam keputusan yang sama.
Terdapat 3 pertanyaan evaluatif yang muncul melihat fenomena tersebut diatas. Ketiga pertanyaan tersebut adalah:
a. Dapatkah proporsi sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan No. 001/KPTS/DIR/2002 tersebut diberlakukan secara umum di seluruh wilayah kerja Perhutani?
b. Dapatkah prosentase bagi hasil ditetapkan secara berbeda pada satu proses produksi yang sama?
c. Apa dasar penentuan munculnya angka 100% (untuk penjarangan pertama) dan maksimum 25% ( untuk penjarangan lanjutan dan tebangan akhir) tersebut?
Pertanyaan point (a) tersebut muncul lebih dilatarbelakangi adanya perbedaan karakteristik pada wilayah kerja Perhutani. Jangkauan wilayah kerja Perhutani di Pulau Jawa yang mencakup Propinsi Banten sampai dengan Jawa Timur tentunya harus dipertimbangkan juga dalam penentuan proporsi bagi hasil tersebut. Bukankah dari sisi Upah Minimum Regional (UMR) saja misalnya, terdapat perbedaan diantara wilayah-wilayah tersebut? Belum lagi bila dihubungkan dengan jenis tanaman, apakah besaran input yang digunakan untuk jenis jati dan non jati adalah sama sehingga proporsi bagi hasilnya juga disamakan? Apabila memang ada perbedaan nilai input diantara wilayah dan jenis tanaman tersebut, tepatkah apabila proporsi bagi hasil PHBM disamakan untuk seluruh wilayah kerja Perhutani dan berbagai jenis tanaman
Kotak 1
KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO)
NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002
TENTANG
PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU

Bagian Kedua
Tebangan yang Direncanakan
Pasal 5

Proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil hutan kayu jati atau kayu selain jati yang perjanjiannya kerjasamanya dilakukan pada kondisi hutan berupa tanah kosong adalah seratus persen dari hasil tebangan penjarangan pertama; sebesar-besarnya dua puluh lima persen dari setiap hasil tebangan penjarangan lanjutan; dan sebesar-besarnya dua puluh lima persen dari hasil tebang habis (Tebangan A)
Munculnya pertanyaan point (b) dan (c) tersebut diatas lebih didasarkan pada pola pikir sederhana saja. Pertama, kegiatan penyiapan lahan, pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan penjarangan adalah merupakan serangkaian aktivitas yang merupakan input dalam suatu proses produksi untuk menghasilkan tegakan siap tebang pada umur daur yang dikehendaki. Apabila memang demikian halnya, dapatkah proporsi bagi hasil untuk penjarangan dan tebangan akhir tersebut dibedakan (lihat kotak 1)? Kedua, pengambilan keputusan besarnya proporsi bagi hasil kayu (yang dalam hal ini menyangkut kepentingan masyarakat desa hutan secara keseluruhan) seharusnya didasarkan pada suatu argumentasi yang jelas, dimana hal ini tidak ditemukan dalam SK 001/KPTS/DIR/2002 tersebut.
Argumentasi dan dasar penentuan proporsi bagi hasil seperti yang tercantum pada Keputusan Direksi tersebut mutlak diperlukan untuk menghindari adanya konflik dimasa mendatang. Karena, bagaimanapun seharusnya bagi hasil pendapatan yang diperoleh dalam suatu proses produksi adalah didasarkan pada input share dari para pihak yang berkontribusi pada proses produksi tersebut.
Mekanisme ini sebenarnya sudah diatur dalam Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani No 136/KPTS/DIR/2001 tanggal 29 Maret 2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. Pada pasal 21 ayat (2) keputusan tersebut dinyatakan bahwa nilai dan proporsi berbagi dalam pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat ditetapkan sesuai dengan input share dari masing-masing pihak (lihat Kotak 2). Mekanisme ini sebenarnya adalah mekanisme yang lebih tepat diterapkan sebagai dasar proporsi bagi hasil dalam PHBM. Mekanisme ini merupakan pendekatan yang lebih mampu mengakomodasi adanya perbedaan-perbedaan yang dimungkinkan muncul pada berbagai wilayah kerja Perum Perhutani. Sebagai contoh, berdasarkan perhitungan petani di salah satu desa dalam lingkup KPH Kuningan, nilai proporsi bagi hasil kayu jati adalah sebesar 45% masyarakat dan 55% perum Perhutani.
Kotak 2
Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani
No 136/KPTS/DIR/2001
Tentang
Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

Pasal 21 ayat (2)
 Nilai dan proporsi berbagi dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat ditetapkan sesuai dengan nilai proporsi masukan faktor produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak (Perusahaan, Masyarakat desa Hutan, Pihak yang Berkepentingan)
Melihat contoh proporsi bagi hasil berdasarkan perhitungan masyarakat tersebut diatas, mungkin akan timbul pertanyaan, ”apakah masyarakat benar-benar dapat mengidentifikasi besaran input pengelolaan yang dikeluarkan oleh perusahaan (dalam hal ini Perum Perhutani)?”. Terlepas dari benar atau tidaknya hasil perhitungan proporsi yang dilakukan masyarakat tersebut, paling tidak masyarakat telah memiliki dasar perhitungan untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Justru disinilah diperlukan adanya keterbukaan dari masing-masing pihak untuk duduk bersama mendiskusikan proporsi bagi hasil yang sesuai dengan jiwa ”bersama” seperti yang dimaksudkan dalam keputusan No 136/KPTS/DIR/2001.
Oleh karena Keputusan Dewan Pengawas Perum Perhutani No 136/KPTS/DIR/2001 tersebut merupakan salah satu hal yang dimasukkan dalam point ”mengingat” didalam penyusunan Keputusan Direksi PT. Perhutani No 001/KPTS/DIR/2002, seharusnya proporsi bagi hasil yang dimasukkan dalam Keputusan No 001/KPTS/DIR/2002 tersebut haruslah dijiwai oleh keputusan No. 136/KPTS/DIR/2001. Apabila memang yang dimaksud dengan PHBM dalam Keputusan No. 001/KPTS/DIR/2002 tersebut adalah sama dengan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PSDHBM) seperti yang dinyatakan dalam Keputusan No. 136/KPTS/DIR/2001, maka proporsi bagi hasil maksimum 100% untuk penjarangan pertama, 25% untuk penjarangan lanjutan , dan 25% untuk tebangan akhir adalah harus direvisi karena pendekatan bagi hasil dalam Keputusan No 136/KPTS/DIR/2001 secara logis adalah lebih tepat. Kalau memang pedoman bagi hasil yang diterapkan dalam PHBM adalah tetap sesuai dengan Keputusan No. 001/KPTS/DIR/2002, berarti PHBM disini adalah berbeda dengan PSDHBM yang dimaksud dalam No. 136/KPTS/DIR/2001. Mungkin saja yang dimaksud dengan PHBM dalam Keputusan No. 001/KPTS/DIR/2002 bukanlah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat akan tetapi Pengelolaan Hutan Biaya Murah....
   
http://www.infojawa.org/index.php?action=news.detail&cat_id=3&news_id=248&id_sub=0




Bagi Hasil yang Adil

Mas Aidil yang baik,
Kami berdua, sejak enam bulan lalu menjalankan usaha berjualan makanan siap saji (semacam bekal dalam kemasan berisi nasi dan ayam teriyaki) di kantin sekolah.
Menurut kami, usaha ini cukup prospektif. Salah satu dari kami awalnya menyediakan modal dalam bentuk berbagai peralatan memasak dan operasional penjualan, sedangkan yang salah satu dari kami memang seorang juru masak dan memiliki modal keahlian memasak makanan yang kami jual.
Sampai saat ini, keuntungan yang kami dapatkan dari hasil berjualan belum dikategorikan atau diputuskan ke dalam pola bagi hasil. Menurut Mas Aidil, pola bagi hasil seperti apa yang paling baik diterapkan untuk usaha yang dijalankan seperti kami ini? Jika harus diformulasikan ke dalam bentuk persentase, sebaiknya masing-masing dari kami mendapat keuntungan berapa persen, agar sama-sama adil?
Awi & Putra - Jakarta
Bapak Awi & Bapak Putra,
Selamat, Anda sudah memulai perjalanan menjadi pengusaha. Meskipun masih dalam ukuran kecil, akan tetapi memulai usaha bukanlah suatu hal yang mudah. Sehingga banyak sekali orang yang menunda-nunda untuk memulai usaha dan hanya sebatas angan-angan atau impian saja.
Di Jepang, usaha makanan siap saji ini dikenal dengan nama O-bento. Makanya ada resto di Indonesia yang menggunakan nama ini sebagai brand atau merek dagang. Usaha ini sangat diminati karena mudah, bersih, cepat (saji), dan harganya yang terjangkau (biasanya). "Saudara" dari jenis usaha ini adalah jenis usaha yang sering disebut dengan katering kantoran.
Terus terang pertanyaan Bapak-bapak adalah pertanyaan yang cukup sulit untuk dijawab, karena memang tak ada rumus dasar dalam menentukan pembagian bagi hasil untuk konsep kerja sama seperti ini. Untuk sebuah kerja sama idealnya adalah masing-masing pihak menempatkan modal usaha, sehingga pembagian hasil dari usaha itu kemudian dibagi menurut persentase modal yang ditempatkan.
Apabila kemudian salah satu pihak mampu untuk menjalankan usaha sebagai juru masak, maka pihak tersebut akan mendapatkan penghasilan tambahan rutin bulanan sebagai juru masak yang dipotong sebagai biaya operasional usaha.
Akan tetapi, kondisi Bapak berbeda dan harus dibicarakan dengan unsur keterbukaan, agar masing-masing pihak mengerti dan tidak salah prasangka, karena modal utama dalam bermitra adalah saling percaya dan keterbukaan, bukan? Banyak sekali usaha atau bisnis yang sudah dibuat, berhasil dan dibina dengan baik, tapi harus tutup atau kandas karena masalah pembagian keuntungan ini.
Rumusan awal yang selalu bisa dipegang dan sebaiknya diikuti adalah, bahwa dalam berinvestasi, siapa yang menanamkan uangnya (melakukan investasi) alias mengeluarkan sejumlah dana, maka dialah yang harus menerima kompensasi lebih besar. Hal ini sebabkan oleh banyak hal antara lain:
1. Kesempatan Berinvestasi
Dengan Bapak menginvestasikan uang ke dalam usaha ini, Bapak akan kehilangan kesempatan berinvestasi di tempat lain yang bisa memberikan keuntungan lebih besar lagi.
2. Nilai Uang Relatif Terhadap Waktu
Selalu diingat, nilai uang di saat ini lebih berharga dibandingkan nilai uang di masa yang akan datang. Dengan Bapak menginvestasikan uang tersebut terhadap bisnis atau usaha, maka Bapak tidak memiliki uang itu di tangan Bapak untuk dapat dipergunakan bagi keperluan lain, termasuk juga diinvestasikan.
3. Risiko Investasi
Setiap investasi pasti mengandung risiko, apapun jenis investasi yang Bapak lakukan, baik ke sebuah produk keuangan maupun investasi secara langsung ke dalam suatu usaha. Resiko investasi inilah yang harus dikompensasikan dengan tingkat pengembalian atau imbal hasil, atau hasil investasi yang lebih besar. Sebab, jika Bapak ingin uangnya aman-aman saja, kan, cukup dimasukkan ke tabungan dan deposito dengan bunga yang hanya 3-7 persen per tahun.
Saya akan memberikan beberapa ilustrasi pembagian hasil, di mana Bapak-bapak dapat memilih yang mana yang dirasa paling cocok untuk usaha yang Bapak lakukan:
a. Sistem Kekeluargaan
Dengan sistem ini semua dibicarakan di depan, seberapa rela masing-masing pihak akan berbagi. Tidak ada patokan baku dalam hal ini, pembagian bisa 60 banding 40, 70 banding 30, atau 80 banding 20. Akan tetapi, seperti yang telah dijelaskan di atas, biasanya porsi pembagian terbesar ada pada si penyantun dana alias pemodal, alias investor yang menempatkan uangnya pada usaha ini.
b. Sistem Perhitungan
Sistem perhitungan akan memperhitungkan "biaya" yang sudah dikeluarkan oleh masing-masing pihak.
Contohnya, apabila bapak sudah berinvestasi pada usaha ini, misalnya membenamkan dana sejumlah Rp 10 juta, maka hasil investasi atau setara bunga, sebesar apa yang Bapak inginkan? Apabila bunga deposito 7 persen per tahun, maka otomatis Bapak ingin mendapatkan lebih besar dari itu, bisa 2X, 3X atau 4X-nya, tergantung kesepakatan.
Di lain pihak juru masak juga akan mengenakan (mendapatkan) biaya apabila dia bekerja atau memasak di tempat lain, misalnya dengan penghasilan Rp 500 ribu per bulan. Akan tetapi, penghasilan ini tak harus dibebankan keseluruhan, tetapi dengan biaya yang lebih rendah dari situ.
Demikian juga apabila Bapak ikut membantu di usaha tersebut, harus juga menerima "gaji". Nah, keuntungan kotor dari hasil usaha setelah dikurangi dua biaya di atas tadi, maka didapatkan keuntungan bersih yang kemudian baru bisa dibagi dua sama rata.
Apabila diformulasikan, kira-kira seperti ini:
Apabila sisa hasil usaha Bapak selama 1 bulan kira-kira sebesar Rp 5 juta, maka Bapak akan potong "return on investment" untuk investasi Bapak yang Rp 10 juta tadi. Seandainya Bapak setuju dengan return 21 persen alias 3X deposito per tahun, maka perbulannya didapat angka sebesar 1,75 persen X Rp 10 juta = Rp 175 ribu
Kemudian juru masak tadi, contohnya, mendapatkan Rp 500 ribu (Rp 1 juta dibagi dua), maka dana yang ada akan menjadi Rp 5 juta - Rp 500 ribu - Rp 175 ribu = Rp 4.325.000. Dengan catatan, Bapak tidak ikut bekerja membantu dalam usaha ini alias mempercayakan kepada juru masak tadi.
Apabila Bapak juga turut membantu menjalankan usaha ini, maka Bapak berhak mendapatkan Rp 500 ribu tadi seperti halnya sang juru masak. Sehingga hasil akhir akan didapat sebesar Rp 3.825.000. Nominal inilah yang dibagi dua sama besar, sehingga masing-masing akan mendapatkan Rp 1.912.500.
Apabila dijabarkan secara detail, pembagian akan menjadi seperti ini:
Bapak A Investor
Bapak B Juru Masak
Hasil Investasi Rp  175.000 Rp 0
"Gaji" Rp  500.000 Rp  500.000
Bagi Hasil Rp 1.912.500 Rp 1.912.500
Total Rp 2.587.500 Rp 2.412.500
Sistem ini akan dianggap lebih fair karena masing-masing pihak sudah memperhitungkan waktu, tenaga, dan biaya yang telah di kompensasikan secara proporsional. Sehingga sisa hasil usaha yang didapatkan bisa dibagi rata antara pemilik usaha.
Seperti yang Bapak- bapak lihat dari contoh-contoh di atas, memang terdapat beberapa cara menghitung bagi hasil untuk jenis usaha yang Bapak lakukan ini. Akan tetapi, yang paling penting adalah hasil akhir bagi hasilnya akan tergantung kepada keterbukaan dan keikhlasan dari masing-masing yang telah dibicarakan dulu secara baik dan profesional.
Yang terpenting, masing-masing pihak harus jujur dan terbuka dalam menentukan biaya dan pembagian tadi, sehingga tak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan. Sebab, hal ini bisa mempengaruhi bisnis dan berdampak buruk dikemudian hari.

http://default.tabloidnova.com/article.php?name=/bagi-hasil-yang-adil&channel=karier&print=1

ANALISIS PENGARUH ORIENTASI HASIL AKHIR, ORIENTASI AKTIVITAS DAN ORIENTASI KAPABILITAS DALAM USAHA MENINGKATKAN KINERJA PENJUALAN (Studi Empiris Pada Tenaga Penjual Dealer Motor Jepang di Kota Semarang)

Basically, the purpose of the firm impacting the purchasing behavior of product are giving a satisfaction to customer and another people in bartering to get some advantage via brand advantage. It means that as a main planning to get the purpose, it must be based on what customer needs and what customer wants. However, a good loyalty and a positive perception of customer are needed to win a strategy of business competitive in the future. The objective of this research is to analyze the impact of end - result orientation, activity orientation and capability orientation to increase selling performance in Semarang City. Population for this research is sales force of Japang motorcycle in Semarang City. The data were collected via questionnaire. The sum total of 115 sales force responded to this research. On the whole, research model in full Structural Equation Model analysis shows good result, such as goodness of fit index whit probability degree 0,441 and another justification that shows good value, there are Chi-Square = 128.688 ; Cmin / DF = 1,013 ; AGFI = 0,866; TLI = 0,997; CFI = 0,998 and RMSEA = 0,011. The result of the analysis support the five hypothesis proposed in this research, there are end-result orientation impact performance orientation, activity orientation impact perfOrmance orientation, capability orientation impact performance orientation, performance orientation impact sales force end-result performance and sales force end-result performance impact selling performance. Managerial implication suggest that very important to improve product innovation, improve the skill of salesperson and maintenance loyality of customers of Japan motor cycle. Pada dasamya, tujuan perusahaan dalam mempengamhi perilaku membeli suatu produk adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan dan masyarakat lain dalam pertukarannya untuk mendapatkan keuntungan melalui keunggulan merek. Ini berarti bahwa sebagai suatu rencana yang diutarnakan untuk mencapai tujuan tersebut, harus berdasarkan kebutuhan dan keinginan pelanggannya.Oleh karena itu, loyalitas pelanggan dan persepsi pelanggan yang baik dan positif sangatlah diperlukan dalam memenangkan strategi bersaing bisnis dimasa yang akan datang. Tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh orientasi hasil akhir, orientasi aktivitas dan orientasi kapabilitas dalam usaha meningkatkan kinerja penjualan. Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga penjual sepeda motor Jepang di Kota Semarang. Data diperoleh melalui kuesioner sedangkan tenaga penjual yang memberikan jawaban untuk penelitian ini berjumlah 115 orang. Data analisis menggunakan Structural Equation Mode] (SEM). Secara keseluruhan model penelitian dalam analisis Full Structural Equation Model menunjukkan basil yang baik, seperti goodness of fit indices dengan tingkat signifikansi (probability) sebesar 0,441; Chi-square = 128.688; Cmin/DF = 1.013; GFI = 0,900; AGFI = 0,866; TLI = 0,997; CFI = 0,998 dan RMSEA = 0,011. Hasil analisis mendukung 5 hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu orientasi basil akhir berpengaruh terhadap orientasi kinerja, orientasi aktivitas berpengaruh terhadap orientasi kinerja, orientasi kapabilitas berpengaruh terhadap orientasi kinerja, orientasi kinerja berpengaruh terhadap kinerja hasil tenaga penjual, kinerja hasil tenaga penjual berpengaruh terhadap kinerja penjualan. Implikasi manajerial mengetengahkan mengenai pentingnya inovasi produk, peningkatan ketrampilan para tenaga penjual serta usaha perusahaan menjaga kesetiaan konsumen terhadap produk sepeda motor Jepang.

http://eprints.undip.ac.id/11229/

* Ebook Bisnis * | Video Bisnis * | Pelatihan Bisnis * | Paket Bisnis * | Wisata Bisnis * | Proposal Bisnis * | Toko UKM Menjalankan Bisnis Air Isi Ulang

Bisnis air minum isi ulang merupakan peluang bisnis yang tetap bisa survive di masa yang akan datang. Walaupun bisnis air minum isi ulang ini belakangan cukup menjamur, namun Anda tidak boleh patah semangat untuk menekuninya, sebab semua orang butuh air, baik untuk minum ataupun keperluan kebutuhan yang lainnya. Menekuni bisnis ini tidaklah terlalu sulit pengelolaannya, dan juga tidak membutuhkan tempat yang luas namun harus berada pada tempat yang benar-benar strategis. Tempat depot air isi ulang yang strategis ini ternyata dapat mendongkrak penjualan sampai 50% selain harga tentunya yang lebih kompetitif, karena orang sangat interest sekali untuk mendapatkan perbedaan harganya.
Sebagain besar perbedaan harga antara depot yang satu dengan yang lainnya itu tidak signifikan. Bahkan bisa dibilang bisnis ini mirip dengan jual voucer isi ulang, orang akan mencari tempat pengisian atau  tempat depot air isi ulang walaupun perbedaan harga air isi  ulang bisa dikatakan tipis. Hal tersebut tentunya menjadi sebuah peluang yang menjanjikan ketika Anda akan menekuni bisnis ini. Banyak sekali tempat depot air isi ulang yang semakin sukses, karena bisnis tersebut sangat menjanjikan sekali.  Menjalankan usaha ini bisa meraup keuntungan yang besar, karena masyarakat banyak yang beralih menggunakan jasa depot pengisian air isi ulang tersebut.
Langkah awal yang perlu Anda lakukan untuk menjalankan bisnis ini adalah menyediakan tempat di lokasi strategis. Kemudian Anda harus mencari agen penyulingan dan juga perakitan alat pengisian ulang air mineral. Dan juga meskipun display alat suling air Anda biasanya tampak jelas, namun Anda tetap perlu mempromosikannya agar masyarakat sekitar mengetahui keberadaan Anda dan usaha Anda.
Kendala dalam menjalankan usaha ini adalah kepercayaan masyarakat, dimana masyarakat sangat peka dengan kualitas air kemasan yang Anda jual tersebut. Keberhasilan dalam menjalankan usaha ini antara lain bergantung pada beberapa hal:
-          Kualitas air
-          Harga per galon yang Anda tetapkan
-          Layanan yang baik dan ramah
-          Serta yang terpenting lokasi strategis depot isi ulang Anda, lokasi yang sebaiknya Anda pilih antara lain perkantoran, serta kampus.
Satu hal lagi jika Anda menjalankan usaha ini adalah jangan pelit untuk memberikan bonus galon isi ulang jika konsumen Anda telah membeli beberapa kali (misalnya sepuluh kali) dengan menyerahkan bukti kuitansi yang sudah ada.
Analisa ekonomi sederhananya:

Modal Awal

Tempat dan peralatan                                 35.000.000
Biaya operasional
Gaji pegawai 2 orang                                  1.200.000
Listrik dan air                                       1.000.000
Tissue pembersih dan tutup gallon                       300.000
Total                                                 2.500.000

Omzet per bulan                                       3.500.000

Laba per bulan                                        1.000.000

Masa kembali modal                                    3,5 bulan

(Modal Awal:Laba per bulan)



http://bisnisukm.com/menjalankan-bisnis-air-isi-ulang.html

Waralaba atau Usaha Sendiri?

Yang harus selalu diingat dan perhatikan pula, stigma membeli franchise lebih aman daripada memulai usaha sendiri dengan cara dan merek sendiri, tidak sepenuhnya benar, khususnya di Indonesia.
Seperti yang sudah diungkapkan diatas, franchise tetaplah merupakan sebuah bisnis atau usaha yang juga memiliki risiko dan harus dilakukan dengan serius dan benar.
Apabila kita mengacu kepada proses standardisasi franchise di luar negeri, seorang franchisee (pembeli franchise) haruslah melalui proses menunggu atau waiting list, melakukan interview (wawancara) berkali-kali, sampai sebuah franchisor-nya yakin, orang tersebut layak untuk mendapatkan franchise yang diinginkan. Belum lagi memperhitungkan soal lokasi untuk tempat membuka usaha yang menjadi salah satu ukuran terpenting suksesnya sebuah franchise.
Seluruh proses yang dilakukan oleh sebuah perusahaan yang di-franchise-kan sebenarnya harus dilakukan oleh usaha manapun yang meliputi pemasaran produk, keunggulan produk, lokasi penjualan, dan lain-lain. Hanya saja, banyak dari pebisnis pemula yang tidak mau atau tidak mengerti dalam melakukan persiapan awal sebuah usaha sebelum memulai usahanya itu.
Akan tetapi, kendati proses ini sudah dijalankan, proses menjalankan sebuah usaha tetap harus dilakukan dan diawasi dengan ketat, layaknya usaha yang dilakukan tanpa franchise. Hal-hal yang diharus tetap dijaga antara lain: kualitas barang dagangan, standar layanan, standar kebersihan (untuk usaha restoran atau usaha lainnya yang memerlukan tingkat kebersihan yang tinggi) dan lain sebagainya.
Lalu, apa saja kelebihan dan kekurangan Ibu Susan mengambil franchise dibandingkan memulai usaha dengan merek sendiri? Pertama, yang bisa diharapkan dari sebuah franchise adalah "branding" alias nama besar yang sudah disandang oleh franchisor.
Dengan nama besar yang sudah disandang oleh franchisor diharapkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk ataupun jasa yang diberikan sudah sangat tinggi. Sehingga, dapat dikatakan begitu buka toko sudah ada pembeli yang mengantri untuk masuk dan membeli dagangan Ibu. Oleh sebab itu, hindari perusahaan yang di-franchise-kan yang belum mempunyai nama, baik itu nama bisnis atau usahanya, ataupun nama pemiliknya yang sudah dikenal masyarakat.
Kedua, untuk makanan seperti yang Ibu ingin ambil adalah resep atau rasa yang sama yang sudah digemari oleh orang (khalayak ramai) dan teruji. Diharapkan ketika membuka toko itu, masyarakat sudah familiar dengan nama dan rasa dari makanan yang Ibu jajakan, sehingga mereka tidak takut untuk mencoba.
Banyaknya orang yang masuk ke toko Ibu akan meningkatkan penjualan, yang ujung-ujungnya akan meningkatkan pendapatan dan keuntungan. Oleh sebab itu, carilah franchise dimana rasa dari makanan yang ditawarkan sesuai dengan lidah kebanyakan orang dan tidak aneh-aneh rasanya.
Keuntungan terakhir yang bisa didapatan dari sebuah franchise adalah sistem kerja yang sudah standard atau sama dari satu toko ke toko lain. Sistem kerja yang sudah standar ini akan memudahkan karyawan Ibu untuk melalukan pekerjaan dan memudahkan Ibu sebagai pemilik usaha untuk melakukan kontrol terhadap kerja karyawan, karena sudah jelas tolak ukurnya.
Ketika membuka usaha sendiri, terdapat beberapa hal yang harus Ibu persiapkan sebelumnya. Pertama, pastikan Ibu sudah memiliki dana darurat keluarga yang besarnya tergantung banyaknya tanggungan keluarga Ibu. Dan pastikan pula, dana investasi untuk usaha ini tidak akan menggangu keuangan keluarga Ibu (dianggap uang investasi yang hilang).
Besaran dana investasi (secara nominal) akan tergantung dari jenis usaha dan skala usaha yang ingin dilakukan. Saran saya, mulailah dengan yang kecil dulu, setelah berhasil usahanya barulah bisa dibesarkan lagi. Selain dana investasi untuk sewa, peralatan, dan perlengkapan, yang kemudian juga harus dipersiapkan adalah dana untuk perputaran.
Idealnya, untuk usaha makanan diperlukan dana sekitar 3 bulan cadangan untuk diputarkan atau dikenal dengan modal kerja. Akan tetapi, agar lebih aman, Ibu bisa mempersiapkan sampai dengan 6 bulan modal kerja. Yang harus selalu diperhatikan adalah jika Ibu memiliki bujet investasi usaha sebesar Rp. 20 juta (di luar modal kerja), maka jangan seluruh modal dipergunakan untuk investasi, tetapi pergunakan sebagian saja, sehingga ada kelebihan dana cadangan apabila dibutuhan. Selamat berwirausaha!

http://default.tabloidnova.com/article.php?name=/waralaba-atau-usaha-sendiri-2&channel=karier%2Fkeuangan